TOPIKTAKALAR.COM,Takalar – Momentum berharga kampanye akbar pasangan DM-HHY yang berlangsung di Lapangan Makkatang Daeng Sibali pada Sabtu (23/11) menjadi sorotan, tidak hanya karena minimnya kehadiran massa, tetapi juga karena lokasi kampanye ini menyimpan sejarah penolakan terhadap pemimpin dari luar Takalar, terutama dari Kabupaten Gowa.
Nama Haji Makkatang Daeng Sibali, seorang tokoh kharismatik yang pernah menjabat sebagai kolonel di militer dan menjadi bupati kedua Kabupaten Takalar setelah Haji Donggeng Daeng Ngasa, adalah simbol perjuangan melawan dominasi kepemimpinan luar, khususnya dari Gowa. Dalam catatan sejarah, Haji Makkatang Daeng Sibali menentang keras upaya "invasi" atau campur tangan dari Gowa ke Takalar, yang dianggap bertentangan dengan nilai kedaerahan dan semangat lokal.
Salah satu peristiwa penting adalah penolakan terhadap Yasin Limpo, seorang tokoh militer dari Gowa yang mencoba mengambil alih kepemimpinan di Takalar. Upaya ini gagal karena resistensi besar yang dipimpin oleh Haji Makkatang Daeng Sibali, yang berakar pada sejarah panjang hubungan Takalar dengan Gowa.
Penolakan ini bukan hanya simbol, tetapi juga langkah nyata. Dalam sejarah lainnya, Surat Keputusan penunjukan Karim Nyondri sebagai Bupati Takalar juga ditentang keras oleh Haji Makkatang Daeng Sibali. Dengan dukungan masyarakat Polong Bangkeng dan sekitarnya, Haji Makkatang berhasil memaksa pemerintah pusat untuk membatalkan SK tersebut dan memindahkan Haji Mallingkai Maknun Daeng Nyondri ke Kabupaten Bantaeng.
Menurut tokoh masyarakat, Haji Makkatang Daeng Sibali memahami sejarah panjang konflik antara Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bajeng, termasuk pengaruhnya terhadap berdirinya Kerajaan Polong Bangkeng. Penolakan ini menjadi simbol bahwa Takalar tidak menerima pemimpin dari Gowa, demi menjaga martabat dan kedaulatan lokal.
Kembali ke kampanye DM-HHY, lokasi yang memiliki nilai historis ini ternyata menyimpan pesan penting. Minimnya jumlah massa yang hadir, hanya sekitar seribu hingga dua ribu orang, sebelumnya di target 10rb massa. Dinilai sebagai tanda bahwa semangat perlawanan terhadap dominasi luar masih hidup di Takalar.
“Darah perjuangan itu masih mengalir. Takalar tetap berpegang teguh pada martabatnya untuk dipimpin oleh anak daerah, bukan dari luar, terutama Gowa,” ujar salah seorang tokoh adat yang tidak ingin disebutkan namanya.
Hingga saat ini, sejarah panjang hubungan Takalar dan Gowa tetap menjadi faktor penting dalam dinamika politik lokal. Kampanye pasangan DM-HHY yang digelar di lokasi bersejarah ini seolah menjadi pengingat bahwa nilai-nilai perjuangan dan penolakan masih mengakar kuat di Bumi Polong Bangkeng.